Thinking About Privileged | Talk To Myself Eps. 30

Edited by Rima

Setelah menyelesaikan beberapa kegiatan kampus dan target tahun 2020, akhirnya sampai juga pada akhir tahun 2020 yang bikin kita semua ngerasa capek karena pandemi COVID-19 yang belum juga menghilang dari muka bumi. Yang bikin rencana yang udah kita bikin sedemikian rupa berantakan, goals yang harus diiklasin karena sulit dicapai karena harus stay at home, target untuk ikut kegiatan ini itu batal, gak bisa liburan, dsb, dsb.

But afterall those things that happen to us, in the last we did well...

Kita masih diberi kesempatan hidup, sehat walafiat, masih bisa ketemu keluarga dan teman, merupakan hal yang masih bisa disyukuri pada tahun penuh dengan hal-hal baru ini. Alhamdulillah.

Back to topic that I want to share with you guys in this page, sebenernya tentang 'privileged' yang baru bener-bener gue pahami semenjak baca buku The Outliers-nya Malcom Gladwell. Baru setelah itu gue mulai diskusi mengenai banyak hal soal 'privileged' bareng sahabat gue, Suci, diberbagai kesempatan.

Selama itu--ketika gue belum baca bukunya Malcom--pemahaman gue mengenai privileged hanya sebatas kemampuan seseorang yang didasari kemampuan orangtua mereka yang notabenya adalah sendok emas atau kaum berkerah putih (read: kaya raya). Namun setelah gue baca seluruh buku itu, dan mengkaji ulang beberapa halaman yang gue tandai, akhirnya pemahaman gue mengenai makna privileged sampai kepada,


"Sebuah kemewahan yang terdiri atas kesempatan dan keberuntungan yang tersembunyi yang diterima orang-orang tertentu. Sebuah kemewahan yang dapat berasal dari lingkungan, keluarga dan budaya mereka berasal, sehingga mereka memiliki hak yang tidak dimiliki oranglain."



Contoh kasus yang diangkat dari buku Malcom mengenai kemewahan ini adalah mengenai Christopher Michael Langan, atau yang lebih dikenal sebagai Chris Langan. Seseorang dengan tingkat IQ mencapai 190, melebihi Steve Jobs yang cuma sampai 160 (baca: di sini). Skor IQ Albert Einstein juga diperkirakan sama Steve.


Lalu apa istimewanya seorang Chris Langan? Kok namanya nggak sering kita temuin kaya Bill Gates, Ellion Musk, Jack Ma bahkan BJ Habibie, sih?

Namanya pernah dinobatkan sebagai orang paling tercerdas se-Amerika oleh beberapa jurnalis sana karena kejeniusannya yang berhasil memenangkan sebuah acara televisi 20/20. Sebuah acara yang tingkat kesulitannya sama aja kaya acara Who Wants To Be A Millionare.

Pada saat mengikuti acara itu, kejeniusan Langan diuji oleh seorang ahli neuropsikologi dan setelah akhir acara Langan mendapatkan skor yang tinggi. Di acara itu ia berhasil menjawab semua pertanyaan yang diajuin dan berhasil menjawab semua pertanyaan dengan tingkat kesulitan paling gila.


Terus sekarang ini dia siapa? Buat penemuan revolusioner kah? Buat start up kaya Han Jipyeong?

Akhirnya Rima punya pacar :')


Sebagian besar orang-orang yang punya IQ tinggi biasanya buat penemuan atau karya dibidang tertentu yang bermanfaat bagi dunia, misalnya Isac Newton sama BJ Habibie. Namun sampai detik ini Langan belum kasih kontribusi secara nyata yang bersumber dari otak cemerlangnya. Meskipun dia pernah bikin teori tentang hubungan antara mind and reality yang dia sebut dengan "The Cognitive-Theoretic Model of The Universe" atau yang disingkat sebagai CTMU. Tapi seakurat dan sebanyak penemuan yang Langan temukan nggak akan pernah diakui ahli dan professor top dari kampus Amerika manapun. Termasuk mantan kampus dimana dia pernah sekolah dulu.


Loh, kok gitu sih?

Ya memang nggak akan pernah diakui karena Chris Langan nggak punya gelar apapun sampai saat ini. Jadi sehebat apapun penemuannya, penemuannya nggak akan pernah diakuin karena Langan dianggap tidak kredibel untuk meneliti atau menciptakan penemuan itu. Beda jalur kalau Langan gak ambil keputus buat keluar dari kampusnya, tahan atas egonya karena muak karena sistem birokrasi kampusnya dulu.

The story line of Langan. Hal-hal yang ngebentuk dia menjadi dirinya sekarang, seseorang yang hidup sederhana dengan otak jenius dan menghabiskan waktunya dengan buku-buku di dalam ruangan yang dia namai ruangan kerja di rumahnya bersumber dari apa yang dia alami sejak kecil.


Jadi, yang bikin Langan kayak sekarang itu karena dia cabut dari kampus? Kok Zukerberg sama Steve Jobs masih bisa sukses dan tercatat sebagai orang paling kaya di dunia?

Oke, mari kita melihat background yang dimiliki Langan.

Langan lahir dari keluarga dengan perekonomian rendah dan berasal dari keluarga berantakan. Sedari kecil ia tinggal bersama Ibu yang sudah menikah 4x, dan tinggal bersama suami Ibunya yang bernama Jack Langan.

Sejak Langan kecil ia dan adik-adiknya tumbuh bersama ayah yang merupakan alkoholic dan tempramental. Ia dan adik-adiknya sering sekali dipukuli ayah sambungnya itu. Bahkan kekerasan secara verbal pun sudah menjadi makanan sehari-hari Langan. Hingga ia tumbuh menjadi sosok yang tempramental dengan ambisi untuk mengalahkan ayah sambungnya dengan memutuskan untuk belajar bela diri. Usaha Langan pun berhasil, sejak Langan bertarung dengan Jack Langan dan memenangkan pergulatan, ayah sambungnya itu tak pernah lagi pulang. Namun luka sejak kecilya itu membekas hingga membuatnya tumbuh menjadi seorang anak yang tempramental. Sayangnya karena Langan 'dikenal' sebagai anak yang nakal, Ibunya sendiri masukin Langan ke sekolah yang dicap tempat anak-anak nakal, ditambah perekonomian mereka yang bikin Ibu--sosok orangtua satu-satunya--cenderung pasrah.

Ngebayangin Ibu Langan bikin gue inget sama Mama. Dimana menjadi seorang single parent dan seorang wanita, bikin dia kewalahan urus gue dan kakak gue yang sama-sama dipasrahin tanggung jawabnya sepenuhnya ke Mama. I'm sorry and I love you, Ma.

Back to tofic...

Sejak kecil seorang Chris Langan tidak memiliki hak untuk tumbuh menjadi seorang anak yang ada di keluarga yang bahagia, perekonomian yang stabil, lingkungan yang sehat dan bersekolah di sekolah terbaik di AS. Segala hal yang ada di benak dia pada saat itu bukanlah semacam, 'Mau ikut kursus apa nanti setelah liburan musim panas?', 'Ikut ekstrakulikuler apa nanti?' atau bahkan 'Di kelas nanti aku ingin menonjol dari semua teman-temanku'. Tapi mungkin yang dipikirkan anak-anak seperti Langan adalah, 'Semoga nanti di rumah tidak ada keributan', 'Semoga Ayah tidak pulang ke rumah', bahkan 'Nanti malam apakah aku bisa makan?'.

Tiba-tiba gue inget quote di halaman pertama buku To Kill A Morckingbird-nya Harper Lee yang bertuliskan,


"You never really understand a person until you consider things from his point of view... Until you climb inside of his skin and walk around in it."-Harper Lee.



So, jadinya Langan gagal karena perekonomian & keluarga yang berantakan?

Nggak juga. Bahkan langan dapet beasiswa di Red Collage dan University of Chicago sampai akhirnya Langan milih untuk kuliah di Red Collage. Tapi waktu dia kuliah di Red Collage, Langan mengalami culture shock karena perbedaan budaya dan dia dapetin roommate pecandu ganja dan malas belajar. Bahkan pada suatu ketika beasiswanya nggak bisa lanjut karena Ibunya lupa mengisi laporan keuangan orangtua pada saat perbaharuan beasiswa di awal semester. Langan yang sejak awal berasal dari keluarga dengan perekonomian yang kesulitan bahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan seperti yang udah gue jelasin bahwa dia muak sama sistem birokrasi kampus, doi akhirnya mutusin untuk menyerah dan drop out dari Red Collage.

Serangkaian cerita Chris Langan sampai ngebentuk dirinya saat ini nggak berakhir sampai sana. Setelah ia mutusin untuk drop out, ia juga kerja selama satu tahun di pabrik, tapi akhirnya perjalanan memang tak selalu seperti yang direncakan. Setelah hal-hal yang terjadi, akhirnya Langan mutusin untuk tidak melanjutkan pendidikannya. (Baca selengkapnya di sini)

Kisah Langan ini bahkan dibikin film dokumenter karena kejeniusannya tapi dicap gagal sama media. Tapi memang mau sampai kapan pun, selama Chris Langan tidak pernah menyelesaikan bangku kuliah, karyanya nggak akan pernah diakui sampai temuannya itu diperkenalkannya ke seluruh dunia hingga tercatat di setiap buku di perpustakaan sekolah dan universitas manapun.

Kalau berandai-andai...

Apakah seorang Mark Zukerberg dan Steve Jobs yang lahir di kota besar, dari keluarga dengan perekonomian yang stabil, dan punya orangtua yang punya hubungan sehat tukeran posisi jadi di posisi Langan apakah Facebook & Apple itu tetap akan lahir?

Jawabannya bisa ia dan bisa nggak. Kita juga tahu bahwa Langan dapetin hal-hal istimewa seperti beasiswa, uang hasil dari 20/20 atau royalti karena ia hilir mudik muncul di satu acara ke acara lain yang sebenarnya bisa aja dia pake untuk kuliah.

Tapi, kita nggak akan bisa memungkiri kalau garis start yang dimiliki Langan sama Zukerberg bahkan Steve Jobs itu nggak sama. Dimana orang-orang seperti Zukerberg dan Steve memiliki garis start yang jauh lebih di depan dibandingkan mereka yang terlahir seperti Langan. Gak percaya? Coba tonton film The Social Network yang bercerita soal Zukerberg sampai lahirnya Facebook atau tonton film-film tentang Steve Jobs.

Mari kita ambil contohnya, masa kecil Zukerberg dan backgorund yang dimiliki pendiri Facebook yang saat ini sudah mengakuisisi WhatsApp dan Instagram.

Zukerberg lahir dari pasangan suami isteri bernama  Edward Zuckerberg dan Karen Kempner yang bekerja sebagai dokter gigi dan psikiater-

Wait, jauh berbeda dari Langan kan? Lanjut,

Sejak kecil Zukerberg senang mengutak-atik komputer, mencoba berbagai program komputer dan belajar membuatnya. Ayahnya sendiri membelikannya komputer sejak ia beru­sia delapan tahun. Saat di sekolah menengah Phillips Exeter Academy, ia dan rekannya, D’Angelo, membuat plug-in untuk MP3 player Winamp. (Baca di sini)

Sampai di sini kita sudah tahu bahwa garis start milik Chris Langan dan Mark Elliot Zukerberg berbeda bukan? Meskipun keduanya dianugerahi otak yang jenius, fisik yang sempurna, ambisi sama besar dan bidang keahlian masing-masing.

Gue inget betul ketika gue bahas orang-orang yang menjadi 'role model' gue ke sahabat gue. Respon dia cukup mengagetkan buat gue yang dari SMP seneng banget buat baca kisah-kisah motivasi dari orang-orang sukses, nulis motto atau qoutes hidup mereka. Dia bilang, "Liat dulu background mereka bos." Tapi setelah itu gue gak langsung paham. Gue masih dengan keyakinan 'Mau apapun background keluarga mereka, kita sama-sama punya kesempatan untuk sukses' sampai gue dihadapkan disatu situasi yang benar-benar nampar gue seketika.

Pada suatu hari ketika gue mau ngelakuin wawancara sebagai calon relawan sebuah komunitas yang saat ini gue geluti. Pada saat itu gue diwawancarai oleh satu orang interviwerr bersama dengan seorang kandidat lain, yang ternyata diantara kita berdua itu hanya ada satu orang yang lolos.

Polosnya gue pada saat itu, gue ngerasa PD karena gue punya pengalaman organisasi kampus sama non-kampus, rajin ikut PKM sama dosen, pernah ikut ini itu, pengalaman ini itu, dll. Jadi waktu diwawancarai be like 'Let me show you the real me'. Bahwa kalian pasti nggak akan nyesel nerima gue, because I'm the right person who love for giving contribute to social. Sepanjang wawancara gue sampai gua selesai jawab basic questions, gue gak berhenti senyum dan ngerasa 'Selangkah lagi' buat terus maju.

But, you know what?

Kandidat lain ternyata lulusan ITB, pernah ngikutin study exchange, lulusan sekolah-sekolah negeri di perkotaan, pernah ini itu... Ya Allah, tentu aja itu bukan hal yang gue alamin. Bahkan dia ngegaris bawahin dengan bilang "Mungkin aku privileged..." betapa arogannya gue karena ngerasaa PD. Tapi ternyata ada orang yang lebih 'Wow' dari gue. Beda jauh sama gue yang dari SD aja sekolah di SD yang deket sungai, sawah sama gunung, bukan dari sekolah negeri di perkotaan. Meskipun begitu, alhamdulillah gue dinyatakan lolos untuk jadi relawan komunitas itu. Sejauh ini gue juga nggak tau apakah lawan gue itu lolos atau nggak, tapi gue rasa nggak nemu nama dia di grup komunitas. Intinya, start gue beda dibandingkan dia yang dari sekolah-sekolah bagus sampai dia bisa masuk dan jadi lulus ITB.

Namun privileged juga bukan sekedar background keluarga sama ekonomi keluarga. Privileged jauh lebih kompleks dari itu. Misalnya ada yang namanya pretty privileged. Hal yang nggak akan gue bahas di sini secara mendetail. Kalian bisa cari di Youtube dengan keywords 'Pretty Privileged'. Tapi singkatnya, sebuah kemewahan yang dimiliki oleh orang-orang yang memiliki wajah, rupa dan fisik yang tampan atau cantik. Orang-orang yang memiliki pretty priveleged diklaim orang-orang yang tidak memilki kemewahan itu lebih murah keterima kerja, lebih mudah meraih sesuatu dan dicintai masyarakat.

Capek ya? Karena ternyata yang namanya privileged ini ada di society kita.

Gue mau ngasih contoh lain yang akhir-akhir ini gue sadari, yang terjadi di dunia industri per-Kpopan. Dimana idol-idol yang berhasil lolos audisi dan debut di agensi besar di sana rata-rata berasal dari keluarga yang yaaa you know what I mean? Bahkan sekarang agensi lagi semangat-semangatnya untuk debutin idol yang blasteran atau dari luar Korea karena selain untuk narik masyarakat negara idol itu, juga memudahkan pemasaran mereka.

Beda banget sama Kpop generasi satu sama dua yang didominasi sama idol-idol yang grup-grupnya beranggotakan dominan orang Korea-nya sendiri. Seolah Kpop aja sekarang ada privilegednya tersendiri.

Oke segitu aja sih untuk penutupan akhir tahun 2020 yang kasih kita pelajaran yang banyak banget. Khususnya untuk mensyukuri kenikmatan dulu (sebelum pandemi) yang bahkan ngga kita sadari, seperti: masuk sekolah atau kuliah, ketemu sama temen, kumpul keluarga, ngerayain hari idul fitri, dll.

Again, kadang butuh sebuah tamparan buat kita sadar, belajar dan bersyukur.

Thank You, Suci. Untuk ngebuka mata gue akan hal-hal yang tersembunyi namun sebenernya berperan dalam hidup seseorang.

Terakhir gue mau menutup ini semua dengan satu komenan netizen di salah satu vlog Deddy Corbuzer,

"Privelege itu cuma penunjang aja, diluar itu mereka "berhasil" karena kemauan juga dan usaha mereka. Privelege atau enggak, kalau memang ada kemauan besar dari diri sendiri buat sukses yah bisa, tantangannya nya aja mungkin lebih sulit. Ah tapi apa sih yang gak sulit? Haha".

Paham sampai sini? Tulis dong opini kalian mengenai hal ini. Kita diskusi sama-sama sampai jari keriting wkwkwk. Happy Tuesday!


DISCLAIMER: Jangan pernah pasrah karena ngerasa hidup gak adil karena gak punya privileged. Banyak orang yang punya itu semua, tapi nggak memanfaatkan kemampuan dan bekerja keras. Ada pula nggak punya itu, tapi dia selalu ikhtiar dan berusaha sampai akhirnya jadi orang sukses. Kalau ngerasa hidup kamu itu gagal dan jadi malas berusaha, itu sih bukan karena privileged, tapi karena rasa males lebih dominan sama keinginan untuk jadi orang sukses!




List rekomendasi drakor terkait:

1. Itaewon Class.

2. Rechord of Youth.

3. True Beauty (pretty priveleged).

4. Start Up *ini beloman nonton maap akang Han Jipyeong KW. :)


Post a Comment

5 Comments

  1. Overall gue suka blog ini.
    Btw emang gabisa dipungkiri bahwa privileged itu nyata adanya. Andai saja gue bisa dapet privileged untuk bisa mendapatkan apa yang tertunda untuk menebus suatu kesalahan ��

    ReplyDelete
  2. Lanjutkan karya-karyamu sahabatku 😊

    ReplyDelete
  3. To: Anonymous
    Terima kasih untuk mengapresiasi blog ini! >.<

    Tapi gue mau kasih saran daripada lo berharap sebuah priveleged bisa bikin lu merubah kesalahan yang lo perbuat dimasa lalu, lebih baik lo move on ke hari ini and do the best thing that you can do!

    Sekali lagi makasih yaaaa.

    ReplyDelete
  4. To: Casper & Mila
    Terima kasih udah mau mampir dan baca :*

    ReplyDelete

Show your respect with give me comment, please